Kamis, 08 September 2011

Sayyidina Uwais Al Qarni

 
 
*WEJANGAN SPIRITUAL YANG BERHIKMAH* ♫•**•~ Tak Dikenal Oleh Penduduk Bumi Akan Tetapi Sangat Terkenal Di Langit. Siapakah Dia? ~•**•♫ ♫•*¨*•.¸¸ ﷲ¸¸.•*¨*♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♫• (¯`v´¯)ღ☆ღ♥ بسم الله الرحمن الرحيم ♥ღ☆ღ(¯`v´¯) `•.¸.• ♥♥♥ السّلا م عليکم ورحمةالله وبرکة ♥♥♥♥ •.¸.• Alhamdulillaah….. Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian alam. Tuhan Yang Maha Rahman. Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah, Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam, Keluarganya, beserta sahabat sahabatnya. ya sohibi,ya sohibah,ya akhi ya ukhti,all ummah muslimin muslimah,how are you to day?, Di PAGI hari jum’at setengan siang yang berbahagia ini teriring do'a dan salam untuk sahabat semua di manapun berada yang senantiasa dalam lindungan Allah, sukses meraih cita, sukses dalam melaksanakan tugas kita sehari-hari. May Allah blessing our daily,days/days, Aamiin.. ♫•*¨*•.¸¸ ﷲ¸¸.•*¨*♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♫• ~* Tak Dikenal Oleh Penduduk Bumi Akan Tetapi Sangat Terkenal Di Langit. Siapakah Dia? *~ Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar. Rasulullah s.a.w, bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling baik daripada kalangan Tabi‘in ialah seorang lelaki yang dipanggil Uwais, dia mempunyai seorang ibu, dan dengannya ada tanda keputihan (sopak), maka hendaklah kalian meminta kepadanya (Uwais) untuk memintakan ampun bagi kalian semua.” Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Uwais mempunyai seorang ibu yang dia (Uwais) berbuat baik kepadanya, jika dia bersumpah (memohon) kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya. Oleh karena itu jika engkau berupaya (untuk menemui Uwais) untuk memohonkan ampun bagimu, maka lakukanlah hal itu.” (HR. Muslim) Sayyidina Uwais al Qarni adalah orang yang tidak pernah sekalipun bertemu dengan Rasulullah Saw secara fisik. Selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun beliau memendam hasrat kerinduan kepada manusia paling agung itu, namun hasrat hati itu terhalang oleh kondisi harus merawat ibu kandungnya yang telah tua renta. Dalam kurun waktu yang lama, Uwais selalu memikirkan dan mencari cara agar dapat bertemu dengan Rasulullah Saw. Siang dan malam beliau merenung dan bermunajat dengan penuh pengharapan kepada Allah Azza wa Jalla agar dapat bertemu dengan Rasulullah Saw, serta agar dapat dikelompokkan kedalam golongan para pengikutnya. Sampai akhirnya doa dan tangisan Uwais dijawab oleh Allah Ta’ala, sehingga Allah memberikan wahyu Nya kepada baginda Rasulullah Saw, mengenai keberadaan orang yang sangat mencintai beliau. Karena itulah kita mengenal sabda Rasul Saww, “Akan datang Nafas Sang Maha Pengasih dari arah Yaman.” Kemudian dengan izin Allah Ta’ala, Rasulullah Saw menemui Uwais dalam alam spiritual, pada pertemuan itu Rasulullah Saw bersabda kepada Uwais, agar jangan meninggalkan ibundanya, sebagai tanda bakti kepada orang tua dan kepatuhan terhadap sunah, dan Rasulullah Saw menyebutkan bahwa Uwais telah termasuk kedalam kelompok pengikut beliau Saw, namun ketika itu Uwais menghendaki hal yang lebih dari itu yakni dia ingin menjadi murid Rasul. Maka Rasulullah Saww akhirnya bersabda bahwa untuk menjadi murid, Uwais harus tetap memelihara rabithah (hubungan batin) dengan Rasulullah Saw itu melalui ketaatan kepada syariat dan sunah serta kecintaan kepada Ahlulbait, bila rabithah itu tetap terjaga, kelak Uwais akan menjadi murid spiritual dan berbai’at kepada penerus beliau Saw yang akan datang mengunjungi Uwais dikemudian hari (Dapat dipahami mungkin inilah dasar dari hadits Rasulullah Saw yang memerintahkan kepada Imam Ali kw dan Sayyidina Umar untuk mengunjungi Uwais al Qarni). Setelah peristiwa itu, Uwais merasakan kebahagiaan yang sangat tak terbendungkan, bahkan kadang-kadang ditengah jalan beliau menyenandungkan syair-syair memuja Rasulullah Saw, dan terkadang masyarakat melihat Uwais (dalam kondisi tafakur) seperti berbicara seorang diri sambil menangis tersedu-sedu. Bahkan karena kecintaan yang mendalam terhadap diri Baginda Rasul Saww, ketika mendengar bahwa dalam perang Uhud beliau terluka sehingga giginya patah, maka Sayyidina Uwais memukul giginya sampai patah dan berdarah, agar beliau turut merasakan sakit yang dialami oleh Rasul. Maka karena berbagai perilakunya yang dipandang aneh itu, masyarakat menganggap Uwais sebagai orang yang kurang waras atau hilang ingatan. Namun walau bagaimanapun juga beliau tetap memelihara ketaatan kepada syariat dan sunah sebagaimana diwasiatkan oleh Rasulullah Saw. Sampai kemudian tibalah waktunya Imam Ali kw dan Sayyidina Umar mengunjungi Sayyidina Uwais al Qarni. Ketika mereka mencari dan menanyakan kepada masyarakat, tidak seorangpun mengenalnya, hingga disebutkanlah ciri-ciri Uwais al Qarni yang memiliki tanda sopak, barulah masyarakat menunjukkan dan menyebut Sayyidina Uwais sebagai orang aneh dan tidak waras yang selalu menyendiri. Ketika bertemu dengan Imam Ali kw, Sayyidina Uwais al Qarni mencium tangan Imam dan memohon bai’at kepada beliau. Uwais pun berkata, selamat datang wahai maula (Junjungan), wahai penerus Rasul, engkaulah orang yang selama ini aku tunggu dan aku rindukan, engkaulah yang aku harapkan menjadi “Jalan untuk memperoleh doa Rasul.” (Qur’an surah at Taubah ayat 99). Kemudian Imam Ali kw membai’at Sayyidina Uwais al Qarni didalam suluk. Beberapa saat setelah peristiwa itu, Sayyidina Umar bertanya kepada Sayyidina Uwais al Qarni, “Bagaimana mungkin engkau yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saww dapat memperoleh kedekatan dengan beliau, dan memiliki kedudukan khusus disisi Allah Ta’ala?” Mendengar itu, Sayyidina Uwais al Qarni balik bertanya kepada Sayyidina Umar, “Apa yang engkau ketahui tentang Rasulullah Saw?” Kemudian Sayyidina Umar menyebutkan ciri-ciri fisik Rasulullah Saw, Sayyidina Uwais al Qarni menjawab,”Itu hanyalah fisik dari Sayyidina Muhammad Saw, sungguh rugi jika engkau yang selalu bersama Rasulullah Saw hanya mengenal beliau dari sisi itu, sedangkan aku yang berada jauh, mengetahui wujud cahaya beliau Saw yang sempurna.” Semenjak kejadian itu, sayyidina Umar bin Khattab seringkali menyesali dirinya yang tidak maksimal dalam mengambil berkah manfaat dari kehadiran Rasulullah Saw, barangkali karena hal inilah sehingga kita temukan didalam riwayat : “Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu’adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu’adz?” Kata Mu’adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Para Wali Allah adalah orang-orang yang paling dicintai Allah, yakni mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para imam pemberi petunjuk dan para pelita ilmu. Umar pun kemudian menangis mendengar hal itu.” (Hadis riwayat an Nasa’i, Al Bazzar dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilya jilid I hal. 6) •*¨*•.¸¸ ﷲ¸¸.•*¨*♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♫• Sahabat Fillah,mari kita simak ceritanya siapa Sayyidina Uwais al Qarni itu,,, ~** Tak Dikenal Oleh Penduduk Bumi Akan Tetapi Sangat Terkenal Di Langit. Siapakah Dia??? ~** Sahabat Fillah, Pada zaman Nabi Muhammad Saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendang, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang fuqaha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad saw secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya. Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah saw mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menjumpai Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menjumpai Nabi saw di Madinah. Sang ibu, walaupun telah udzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi saw yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah ra sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau saw tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah ra untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, sayyidatina ‘Aisyah ra dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah ra memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rasulullah saw bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau saw, memandang kepada sayyidina Ali kw dan sayyidina Umar ra dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”. Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi saw wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra telah di estafetkan Khalifah Umar ra. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan sayyidina Ali kw mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra dan sayyidina Ali k.w memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali kw memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata : “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”. Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais. “Waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan shalat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah !” katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami, ”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat.” “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?” Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya. “Ya,” jawab kami. Orang itu pun melaksanakan shalat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar ra. Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit. Subhanallah ♫•*¨*•.¸ﷲ¨* ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥♫•*.¸¸ﷲ•**•♫ Sahabat Fillah Sayyidina Uwais al Qarni tidak memperoleh ilmu dari Rasulullah Saw melalui penglihatan dan pendengaran panca inderanya, namun beliau memperolehnya secara ruhani melalui ketaatan dan kecintaan kepada Rasulullah Saww. Sayyidina Uwais al Qarni membentuk dan memelihara rabithah (Ikatan batin) dengan Rasulullah Saww, karena itulah beliau diangkat kepada kedudukannya yang tinggi. Hikmah dari kisah tersebut diatas menjelaskan bahwa seorang pencari jalan ketika belum menemukan pembimbing yang mampu menuntun untuk menempuh perjalanan spiritual, hendaknya terus menerus memohon kepada Allah dengan tulus, dan dengan disertai ketaatan kepada segala perintah Nya. Apabila seseorang melakukan hal ini, niscaya Allah akan mempertemukannya dengan seorang mursyid haq yang merupakan pewaris dari Rasulullah Saw, sebagaimana Sayyidina Uwais akhirnya dipertemukan dengan Imam Ali kw. ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥♫ by. ~ Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan : Diambil dari kitab “Irsyad ‘ala Salikin – Bimbingan Bagi Penempuh Jalan Ruhani” ¨* ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥♫•*.¸¸ Maaf, bila ada salah kata dalam penulisan ini, mohon di benarkan, semoga bermanfaat Selamat pagi setengah siang, selamat beraktifitas di hari jum’at yang mubarrakah, .╔Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ ♥♥♥♥ ║║╔═╦╦╦═╗♥ SALAM SANTUN UHIBBUKUM FILLAH ♥ ║╚╣║║║║╩╣.♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥ (✿◠‿◠✿) ╚═╩═╩═╩Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ ♥ღ ♥ ♥KEEP ISTIQOMAH ♥♥♥ .¸.•´¸.•*¨) ❤Praise be to Allah, May Allah Blessing Us, (¸.•´ (¸.•´♥♥ Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin ♥♫♥♫ •*¨*•.¸ﷲ¨* ♫♥::♥::♥::♥::♥::♥::♥:::♥::♥♫•*.¸¸ﷲ•**•♫ Maaf,,, Disilahkan sahabat-sahabat yang ingin copy  Ikhlas, LILLAAHITA’ALA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar