Senin, 21 November 2011

Menentang Ego


Kisah ini tentang salah satu Mursid dalam Tarekat Naqshbandi Rantai Emas, yang dilapori salah seorang muridnya tentang adanya pendeta Hindu yang mempunyai kemampuan lebih : bisa terbang, berjalan di atas air dan mengetahui hal hal yang akan datang. Maka Mursid inipun dengan mengucapkan basmalah, dalam sesaat sudah berada di hadapan pendeta Hindu tersebut, yang segera menyambutnya dengan hangat :”Selamat datang Shaykh, saya tahu anda akan hadir, maka saya sengaja menyediakan hidangan yang halal, hewan ternaknya disembelih oleh pembantu yang seorang Islam juga. Mari silahkan dinikmati hidangan yang sudah saya sediakan ini.” Mursid Naqshbandi itu menjawab :”Terima kasih. Tetapi saya tidak mau menyantap hidangan ini sebelum anda mengucapkan dua Kalimat Shahadat.”
Maka sang pendeta Hindu menundukkan kepalanya, lama. Lama sekali. Sejam lebih baru akhirnya dia mengangkat kepalanya dan mengucapkan kalimat Shahadat dihadapan Mursid itu. Sang Murshid bertanya :”Mengapa anda tadi memerlukan waktu yang lama sekali baru bersedia mengucapkan dua Kalimat Shahadat?”
Sang pendeta menjawab :”Kebiasaan lama saya adalah selalu menentang apa yang dikatakan ego saya, maka saya bisa mencapai kedudukan saya yang sekarang. Kalau ego saya suruh saya ke kanan, saya ke kiri Kalau ego menyuruh saya maju, saya mundur. Tadi ketika anda minta saya mengucapkan dua kalimat shahadat, ego saya membujuk panjang lebar agar saya tidak melakukan itu, karena kata ego, saya akan kehilangan semua yang telah saya capai dengan memeluk Islam. Kata ego, saya akan kehilangan semua kepandaian saya. Saya akan kehilangan status sosial saya. Saya akan ditinggal kan para pengikut saya. Saya pikir itu semua adalah yang saya sukai, saya senangi. Maka lama sekali saya harus bergulat dengan ego. Meskipun sudah menjadi tradisi saya untuk menentang ego, tetapi kalau saya kehilangan itu semua, saya juga tidak mau. Setelah melalui pergulatan batin yang panjang, akhirnya saya mantap meneruskan tradisi saya : menentang ego. Maka saya pun mengucapkan dua kalimat shahadat itu.”
Diceritakan bahwa pendeta Hindu itu setelah masuk Islam, karena dia selalu menen tang egonya, maka seluruh ilmu hitamnya telah dirubah Allah menjadi ilmu putih, sehing ga kepandaiannya bukannya berkurang malah bertambah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar