Jumat, 19 Agustus 2011

Kesaksian Halimah As Sa’diyah


Sayidah Halimah bercerita bahwa suatu saat ia keluar dari kampung halamannya bersama suami dan putranya yang masih kecil bersama beberapa wanita dari suku bani Sa’ad dalam rangka mencari balita yang hendak di susui oleh mereka. Dan sudah menjadi tradisi orang-orang arab saat itu adalah orang-orang yang tinggal di perkotaan menitipkan anak-anak mereka untuk disusui oleh wanita desa agar lebih cerdas dengan lingkungan pedesaan yang masih asli bahasa dan lingkungannya dengan upah tertentu.
“Saat itu masa paceklik dan kekeringan di kampung halaman kami. Mereka pergi dengan menggunakan keledai betina dan seekor unta yang sama sekali tidak ada susunya hingga di malam kami sulit tidur tangisan anak kami selalu terdengar karena menahan lapar. Bahkan asi yang berada di dada sayapun tak dapat menghilangkan rasa lapar tersebut namun kami tetap berharap pertolongan dan kelapangan yang datang.

Hingga saat aku berjalan terasa lamban sekali dan membuat repot rombongan dari kurus dan lemahnya kami saat itu. Akhirnya kami tiba di mekah dan kamipun mulai mencari balita yang dapat kami bawa pulang ke kampung kami. Tak seorang wanitapun dari rombongan kecuali semua pernah ditawarkan untuk menyusui Rasulullah namun mereka semua menolak beliau saat mengetahui beliau adalah seorang anak yatim. Hal itu tentunya disebabkan karena setiap orang mengharap imbalan dari orang tua balita tersebut. Mereka berkata “Yatim? Nanti apa yang akan diberikan ibu dan kakeknya…” hingga akhirnya setiap wanita dari kami telah mendapatkan balita yang akan disusui dan dibawa pulang kecuali aku sendiri yang belum mendapat balita. Saat untuk kembali pulangpun tiba dan rombongan telah bergegas untuk kembali ke kampung halaman maka akupun berkata kepada suamiku “Demi Allah aku tak ingin kembali pulang bersama teman-temanku sedangkan aku tidak membawa balita. Demi Allah aku akan pergi mengambil anak yatim tadi dan membawanya pulang” suaminya Abdullah bin Al Harits berkata “Baiklah kalau begitu, semoga Allah menjadikannya sumber keberkahan bagi kita”

Maka akupun pergi untuk mengambilnya, padahal pada awalnya aku memilih dia karena tak ada lagi anak yang akan ku bawa pulang. Saat aku ambil dan aku bawa ke tempat persinggahanku dan aku gendong ia tiba-tiba ia langsung menghisap asi dariku dan dengan sangat suburnya asi itu pun keluar dariku sampai ia merasa kenyang dan ajaibnya saudaranyapun (putra kandung beliau) akhirnya dapat meminum asi itu hingga kenyang pula dan mereka berduapun tidur lelap dan kamipun akhirnya dapat tidur setelah sebelumnya sulit untuk tidur. Dalam sebuah riwayat yang lain dinyatakan bahwa saat Rasul ditawarkan untuk minum dari asi yang satu lagi beliau tidak meminumnya seolah mengisyaratkan bahwa itu adalah bagian saudara sesusuannya.

Kemudian suamiku mendatangi unta betina kami dan ternyata ia sekarang dapat mengeluarkan susu hingga akhirnya aku dan dia meminumnya hingga kenyang dan kamipun tidur di malam yang sangat berkesan itu.
Di pagi harinya suamiku berkata “Sadarlah wahai Halimah, sungguh yang kau ambil ini adalah bibit unggul yang diberkahi” kamipun bergegas pulang dan aku membawa Rasul dikeledai bersamaku dan demi Allah perjalanan itu terasa sangat cepat menempuh jarak yang tak bisa ditempuh oleh keledai mereka sampai-sampai kawan-kawanku mengatakan kepadaku “Wahai putri Abi Dzuaib (Halimah) ada apa denganmu, perlambatlah sedikit tunggulah kami, apakah itu keledai yang kemarin kau bawa? Kujawab “Ya demi Allah ini dia” mereka berkata lagi “Demi Allah keledai itu mempunyai kelebihan”

Kamipun tiba diperkampungan kami bani Sa’ad dan setahuku tak ada bumi yang segersang tempat ini saat itu. Domba-dombakupun pergi dan kembali dengan kenyang dan penuh susunya hingga kami dapat memeras susunya padahal di saat yang sama tak ada seorangpun yang dapat memeras kambingnya karena sangat sulit makanan saat itu. Bahkan orang-orang yang memiliki kambing berkata kepada para pengembalanya “Gembalakanlah kambing dengan benar seperti kembalaan halimah” namun tetap saja saat domba kami kembali dengan kenyang, domba mereka tetap lapar dan tidak dapat mengeluarkan setetes susupun”
Kami terus merasakan dan menyadari gelimang keberkahan dan kebaikan itu hingga berlalu 2 tahun iapun tumbuh sangat cepat dan pesat tidak seperti anak-anak umumnya hingga tubuhnya Nampak montok dan gagah dan akupun harus mengembalikannya kepada ibunya padahal kami masih sangat menginginkan bersamanya karena keberkahan yang kami rasakan saat bersamanya. Saat kami hendak menyerahkan ibunya berkata “Bolehkah kalian tahan beberapa lama lagi sampai dia lebih besar, karena aku khawatir penyakit yang mengidap di mekah” maka kamipun membawanya kembali.

Beberapa bulan kemudian saat ia bermain di pekarangan belakang rumah kami bersama saudaranya (putra kandung Halimah) tiba-tiba putraku tersebut mendatangiku sambil ketakutan dan berkata kepadaku dan ayahnya “Saudaraku orang quraisy itu (Rasulullah) ia didatangi 2 orang laki-laki berbaju putih lalu membaringkannya dan membelah perutnya dan menggerak-gerakkannya” aku dan suamikupun keluar untuk mencarinya dan saat kami lihat dia sudah dalam keadaan berdiri dan sangat pucat. Lalu aku dan suamiku memeluknya sambil berkata “Ada apa denganmu wahai anakku?” ia menjawab “Dua orang laki-laki mendatangiku lalu membaringkanku membelah perutku dan mengambil sesuatu dari perutku, aku tidak tahu apa itu?”

Setelah masuk ke dalam rumah suamiku berkata “Wahai Halimah, aku khawatir terjadi sesuatu dengan anak ini, sebaiknya kau kembalikan dia sebelum terjadi hal yang tak diinginkan” maka kami membawanya pulang dan saat kami mengembalikan ibunya berkata “Wahai wanita yang menyusui balita, Kenapa sekarang kau mengembalikannya padaku? Bukankah kau sangat menginginkannya agar selalu bersamamu? Akupun menjawab “Telah kujalankan tugasku dan tiba saatnya aku kembalikan. Akupun khawatir terjadi sesuatu padanya karena itu aku mengembalikannya padamu sekarang” ia berkata lagi “Kamu tidak seperti biasanya, jujurlah padaku ada apa?” akupun menceritakannya. Setelah mendengar kisah itu ia berkata lagi “Apakah kau mengkhawatirkannya dari syetan?” kujawab “ya!” ia berkata lagi “Demi Allah tidak, syetan takkan dapat menguasainya dan putraku ini memiliki kelebihan, maukah kau aku ceritakan tentang dia?” kujawab “Ya!” iapun berkata “Saat aku mengandungnya aku melihat pancaran cahaya yang menerangi hingga nampak istana-istana damaskus di negeri Syam, dan saat aku mengandungnya terasa sangat ringan tak terasa berat sedikitpun dan saat ia lahir ia langsung meletakkan kedua tangannya di bumi sambil mengangkat kepalanya ke arah langit. Baiklah kembalikan ia padaku dan pergilah dengan tenang”
“Beberapa sahabat Rasulullah bertanya kepada beliau”Yaa Rasulallah, ceritakanlah kepada kami tentang dirimu!.” beliau bersabda ”Baiklah, aku adalah buah do’a ayahku (datukku) Ibrohim, dan aku kabar gembira yang di bawa oleh saudaraku ‘Isa putra Maryam. Dan ketika aku di kandungan ibuku (lalu dilahirkan) ibuku melihat sorotan cahaya yang keluar darinya hingga terlihat olehnya istana-istana di negri Syam.
“Dan aku di susui di kalangan keluarga Bani Sa’ad (keluarga Halimah As Sa’diyah) Bin Bakr. Ketika aku bersama saudaraku (sesusuan) sedang mengambala binatang ternak (domba-domba kecil) kami di belakang rumah kami, tiba-tiba 2 orang laki-laki berjubah putih mendatangiku dengan membawa bejana yang terbuat dari emas yang berisi es, lalu mereka membaringkan diriku dan membedah perutku, lalu mereka mencuci hati dan perutku dengan es tersebut hingga bersih, dan berkata yang satu kepada temannya tersebut “Timbanglah, bandingkan dia dengan 10 orang ummatnya.” Lalu mereka menimbangku dengan mereka (10 ummatku) dan aku mengungguli mereka, lalu ia berkata lagi: “Bandingkan dengan 100 ummatnya!” lalu mereka berduapun melakukannya, dan aku masih mengungguli mereka, lalu yang satu tadi berkata “Sudahlah tinggalkan ia, demi Allah walaupun kau bandingkan ia dengan seluruh ummatnya niscaya ia tetap lebih unggul.”[1]

Penulis mengutip sebuah keterangan tentang hikmah di balik pembelahan dada beliau, dari kitab Al Insan Al Kamil karya Prof DR Assayid Muhammad Al Maliky, dalam keterangannya tersebut beliau menyatakan:
Ibnu munir mengatakan: “Dibelahnya dada beliau, dan kesabarannya menghadapi peristiwa itu, serupa dengan ujian Allah kepada Nabi Ismail AS, tatkala perintah Allah datang kepada ayahnya untuk menyembelihnya. Bahkan dibelahnya dada Rasulullah SAW lebih berat lagi, karena hal itu terjadi dengan sebenarnya (Bukan mimpi), dikala beliau masih kecil, sebagai yatim piatu, dan jauh dari keluarganya.”
Al Imam Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi menyatakan salah satu kejadian pembelahan dada beliau. yaitu:

وَمَا أَخْرَجَ الأَمْلاَكُ مِنْ قَلْبِهِ أَذَى وَلَكِنَّهُمْ زَادُوهُ طُهْرًا عَلَى طُهْرٍ


“Malaikat-malaikat itu bukanlah mengeluarkan kotoran dari hati beliau. Namun mereka menambah pada beliau kesucian diatas kesucian yang sudah ada.”
Dan masih banyak lagi komentar ulama tentang hikmah dibalik kejadian tersebut. Bila anda ingin lebih puas lagi tentang peristiwa tersebut dan hikmah di balik pembelahan dada beliau secara tuntas, anda dapat membaca kitab “Al Insan Al Kamil” karya seorang pakar Hadits dan sejarah Rasulullah abad ini, Alm Prof. DR As Sayid Muhammad Bin Alwy Al Maliky -Semoga Allah mencucurkan RahmatNya untuk beliau Amin.

[1] Abdul Malik Bin Hisyam, Tahdzib Siroh Ibnu Hisyam, Arrisalah, Mesir, 1976, hal 35.
oleh : Muhammad Bin Alwy Alhaddad
Sumber : darul-asrar.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar